Sabtu, 28 Mei 2016

Kota Berkelanjutan

Hakikat pengertian tentang pembangunan berkelanjutan pada dasarnya adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses perubahan dimana pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi pembangunan dan perubahan kelembagaan selalu seimbang dan secara sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia. (Brundtland, 1987 dalam Budihardjo, 2009).
Arah dari anatomi perkotaan masa depan dapat di asumsikan berdasarkan peran pemerintahnya. Apabila pemerintahan suatu kota yang berperan oleh kalangan ilmuwan dan ahli lingkunganm maka yang akan tercipta adalah ecopolis. Lingkungan  binaan, termasuk karya arsitekturnya yang akan menyatu, selaras, seras dan seimbang dengan lingkungan alamnya. Konservasi energi dan pelestarian keseimbangan ekologis menjadi pertimbangan utama dalam pembangunan kota.Berbeda dengan wajah kota yang ditentukan sendiri sepenuhnya oleh segenap warganya, sehingga tercipta apa yang disebut humanopolis. Keterlibatan warga kota dalam pembangunan tidak hanya sekedar terbatas pada pemberian informasi, penyelenggaraan diskusi dan konsultasi, tetapi sudah sampai citizen power. Rakyatlah yang menentukan wajah kota masa depan.
Ke depan kota-kota masa depan harus berpegang pada kaidah panca-faktor  yang lebih bersifat holistik dan berskala global. Kelima faktor ini adalah employment atau lapangan kerja/ekonomi, environment atau keseimbangan lingkungan/ekologi,  equity atau pemerataan/keadilan, engagement atau peran serta (masyarakat maupun swasta), dan energy (energi yang terbarukan maupun tidak terbarukan) (Budihardjo, 2009).
Implentasi kelima faktor ini akan menentukan kondisi kota masa depan. Dengan menerapkan kelima faktor ini akan terbentuk kota yang ideal, manusiawi, menyejahterakan dan membahagiakan segenap warganya.  Kota yang seperti ini yang merupakan kota yang berkelanjutan.
Konsep pembangunan berkelanjutan dikemukakan oleh Brundtland (1987) dalam Budihardjo yang menyebutkan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan mereka”. Namun demikian perlu diungkapkan lebih lanjut mengenai gagasan, pemikiran, dan konsep baru tentang keberlanjutan. 
Holden, Daily dan Ehrich (1992)  dalam buku yang ditulis Budihardjo (2009) menyebutkan tentang persyaratan minimum pembangunan berkelanjutan berupa terpeliharanya apa yang disebut dengan “total natural capital stock” pada tingkat yang sama atau kalau bisa lebih tinggi dibanding keadaan sekarang. Konsep ini sejalan dengan  pengertian tentang masyarakat berkelanjutan menurut Cosanza, Norton dan Haskell (1992) yang mengandung arti sebagai masyarakat yang hidup dalam batas-batas lingkungan yang saling mendukung.
Dalam perkembangan selanjutnya, pembangunan berkelanjutan dielaborasi oleh Stren, While, dan Whitney (1992) sebagai suatu interaksi antara tiga sistem : sistem biologis dan sumberdaya, sistem ekonomi, dan sistem sosial. Memang dengan kelengkapan konsep berkelanjutan dala trilogi : ekologi-ekonomi-sosial tersebut menjadi semakin menyulitkan pelaksanaannya, namun jelas lebih bermakna dengan masalah khususnya di negara berkembang.
Dengan demikian, maka konsep pembangunan berkelanjutan berkembang lebiih jauh tidak semata-mata terfokus pada konsep awal pada pemikiran kelestarian keseimbangan lingkungan semata-mata. Konsep yang bersifat holistik tersebut dijabarkan secara lebih rinci oleh Serageldin dan Steer (1994) yang mengkategorisasikan adanya empat jenis capital stock  yaitu :
a.      Natural capital stock : berupa segala sesuatu yang disediakan oleh alam;
b.      Human- made capital stock : dalam wujud investasi dan teknologi;
c.  Human capital stock : berupa sumber daya manusia dengan segenap kemampuan, keterampialn dan perilakunya;
d.      Sosial capital stock :  berupa organisasi sosial, kelembagaan atau institusi.
Pada masa sekarang ini sudah mulai terlihat kesadaran menyangkut upaya kebersihan dan keindahan kota. Sudah disadari pentingnya penghijauan kota dengan ruang-ruang terbuka dan penanaman pepohonan., serta pelestarian daerah resapan atau konservasi air.Menurut Rutherford Platt dalam buku The Ecological city (1994) bahwa ”the natural world support the city, but the city’s human made resources, in turn, give the city it’s distinctive, dynamic character”. Kota berkembang terus secara berkelanjutan, melalui saling kebergantungan dan saling mendukung secara resiprokal antara elemen alam dan elemen buatan manusia.
Untuk menciptakan kota yang berkelanjutan diperlukan lima prinsip dasar: 1)Environment (ecology); 2)Economy (Employment); 3)Equity; 4)Engagement, dan 5)Energy (Research Triangle Institute, 1996). Kota yang berkelanjutan mesti memiliki ekonomi yang kuat, lingkungan yang serasi, tingkat sosial yang relatif setara dan penuh keadilan, kadar peran serta masyarakat yang tinggi, dan konservasi energi yang terkendali dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar