Hakikat
pengertian tentang pembangunan berkelanjutan pada dasarnya adalah pembangunan
yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabaikan kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebagai suatu proses
perubahan dimana pemanfaatan sumber daya, arah investasi, orientasi pembangunan
dan perubahan kelembagaan selalu seimbang dan secara sinergis saling memperkuat
potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi
manusia. (Brundtland, 1987 dalam Budihardjo, 2009).
Arah
dari anatomi perkotaan masa depan dapat di asumsikan berdasarkan peran
pemerintahnya. Apabila pemerintahan suatu kota yang berperan oleh kalangan
ilmuwan dan ahli lingkunganm maka yang akan tercipta adalah ecopolis.
Lingkungan binaan, termasuk karya
arsitekturnya yang akan menyatu, selaras, seras dan seimbang dengan lingkungan
alamnya. Konservasi energi dan pelestarian keseimbangan ekologis menjadi
pertimbangan utama dalam pembangunan kota.Berbeda dengan wajah kota yang
ditentukan sendiri sepenuhnya oleh segenap warganya, sehingga tercipta apa yang
disebut humanopolis. Keterlibatan warga kota dalam pembangunan tidak hanya
sekedar terbatas pada pemberian informasi, penyelenggaraan diskusi dan
konsultasi, tetapi sudah sampai citizen
power. Rakyatlah yang menentukan wajah kota masa depan.
Ke
depan kota-kota masa depan harus berpegang pada kaidah panca-faktor yang lebih bersifat holistik dan berskala
global. Kelima faktor ini adalah employment
atau lapangan kerja/ekonomi, environment
atau keseimbangan lingkungan/ekologi, equity atau pemerataan/keadilan, engagement atau peran serta (masyarakat
maupun swasta), dan energy (energi
yang terbarukan maupun tidak terbarukan) (Budihardjo, 2009).
Implentasi
kelima faktor ini akan menentukan kondisi kota masa depan. Dengan menerapkan
kelima faktor ini akan terbentuk kota yang ideal, manusiawi, menyejahterakan
dan membahagiakan segenap warganya. Kota
yang seperti ini yang merupakan kota yang berkelanjutan.
Konsep
pembangunan berkelanjutan dikemukakan oleh Brundtland (1987) dalam Budihardjo
yang menyebutkan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu
memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang
dalam memenuhi kebutuhan mereka”. Namun demikian perlu diungkapkan lebih lanjut
mengenai gagasan, pemikiran, dan konsep baru tentang keberlanjutan.
Holden,
Daily dan Ehrich (1992) dalam buku yang
ditulis Budihardjo (2009) menyebutkan tentang persyaratan minimum pembangunan
berkelanjutan berupa terpeliharanya apa yang disebut dengan “total natural capital stock” pada
tingkat yang sama atau kalau bisa lebih tinggi dibanding keadaan sekarang.
Konsep ini sejalan dengan pengertian
tentang masyarakat berkelanjutan menurut Cosanza, Norton dan Haskell (1992)
yang mengandung arti sebagai masyarakat yang hidup dalam batas-batas lingkungan
yang saling mendukung.
Dalam
perkembangan selanjutnya, pembangunan berkelanjutan dielaborasi oleh Stren,
While, dan Whitney (1992) sebagai suatu interaksi antara tiga sistem : sistem
biologis dan sumberdaya, sistem ekonomi, dan sistem sosial. Memang dengan
kelengkapan konsep berkelanjutan dala trilogi : ekologi-ekonomi-sosial tersebut
menjadi semakin menyulitkan pelaksanaannya, namun jelas lebih bermakna dengan
masalah khususnya di negara berkembang.
Dengan
demikian, maka konsep pembangunan berkelanjutan berkembang lebiih jauh tidak
semata-mata terfokus pada konsep awal pada pemikiran kelestarian keseimbangan
lingkungan semata-mata. Konsep yang bersifat holistik tersebut dijabarkan
secara lebih rinci oleh Serageldin dan Steer (1994) yang mengkategorisasikan
adanya empat jenis capital stock yaitu :
a. Natural capital stock : berupa
segala sesuatu yang disediakan oleh alam;
b. Human- made capital stock : dalam wujud investasi
dan teknologi;
c. Human capital stock : berupa sumber daya
manusia dengan segenap kemampuan, keterampialn dan perilakunya;
d. Sosial capital stock : berupa organisasi sosial, kelembagaan atau
institusi.
Pada
masa sekarang ini sudah mulai terlihat kesadaran menyangkut upaya kebersihan
dan keindahan kota. Sudah disadari pentingnya penghijauan kota dengan
ruang-ruang terbuka dan penanaman pepohonan., serta pelestarian daerah resapan
atau konservasi air.Menurut Rutherford Platt dalam buku The Ecological city (1994) bahwa ”the natural world support the city, but the city’s human made
resources, in turn, give the city it’s distinctive, dynamic character”.
Kota berkembang terus secara berkelanjutan, melalui saling kebergantungan dan
saling mendukung secara resiprokal antara elemen alam dan elemen buatan
manusia.
Untuk
menciptakan kota yang berkelanjutan diperlukan lima prinsip dasar: 1)Environment (ecology); 2)Economy
(Employment); 3)Equity; 4)Engagement, dan 5)Energy (Research Triangle Institute, 1996). Kota yang berkelanjutan
mesti memiliki ekonomi yang kuat, lingkungan yang serasi, tingkat sosial yang
relatif setara dan penuh keadilan, kadar peran serta masyarakat yang tinggi,
dan konservasi energi yang terkendali dengan baik.